Dua tahun lalu saya sudah menulis tentang paypal dan pentingnya alat pembayaran ini bagi masa depan bisnis online di dunia dan tentu saja termasuk Indonesia di dalamnya. Dan saya termasuk sedikit dari sekian orang Indonesia yang berhasil memverifikasi akun paypal saya dengan bank lokal waktu itu. Saat itu prosesnya sederhana sekali, kita hanya perlu ngasi nomer rekening bank kita, lalu 2-4 hari kemudian akan masuk uang sejumlah 2 digit ke rekening bank kita yang dikirim oleh paypal, lalu kita konfirmasi ke paypal jumlah yang kita terima tersebut, finish dan akun paypal kita Verified selamanya. Ingat hanya dengan akun yang verified kita bisa mengirim dan menerima uang ke dan dari akun paypal lain tanpa batas, dan yang terpenting dengan akun verified kita bisa menarik uang kita di paypal ke rekening bank lokal kita di Indonesia. Saya sendiri sampai saat ini sudah menarik uang dari akun paypal ke bank BCA saya lima atau enam kali dengan jumlah bervariasi. Terkhir 2 kali sejumlah USD 100.
Saat ini fasilitas verifikasi dengan bank lokal ditiadakan oleh paypal, jadi anda harus punya kartu kredit atau Virtual Credit Card (VCC) untuk mendapat status akun yang verified. Sebenarnya kenapa akun paypal harus diverifikasi dengan Credit Card? Jawabannya adalah bahwa sejarah lahirnya paypal ini memang untuk menjembatani penggunaan credit card antara penjual dan pembeli di internet. Pada era awal 90-an untuk berbelanja di internet anda harus memberikan nomor credit card anda kepada penjual tempat anda membeli barang. Jika anda membeli 10 barang di 10 toko online berbeda maka berarti anda harus share informasi kartu kredit anda kepada 10 toko online tadi. Selain tidak praktis cara ini tentu saja beresiko terhadap keamanan credit card anda. Nah dengan membuka rekening paypal anda hanya perlu share informasi kartu kredit anda kepada paypal. Selanjutnya setiap anda bertransaksi jual-beli anda tidak perlu lagi share informasi kartu kredit ke toko online atau rekan anda. Tentu saja toko atau individu yang bertransaksi dengan anda juga pengguna paypal.
Kalau begitu kan sama saja, siapa yang menjamin dengan share info kartu kredit kita ke paypal kita aman? Bisa jadi kan paypal mencurangi kita? Kalau anda tanya gitu saya no comment. Loh! Ya iya mau ngomong apalagi. Di internet ini apa yang bisa kita percaya? Siapa yang menjamin kemanan diri kita? Ga ada kecuali diri kita sendiri. Maka kuncinya adalah gunakan segenap kecerdasan dan akal sehat anda. Pakai logika meski jangan juga mendewakannya, tetap waspada. Sejauh ini menurut saya menggunakan paypal 99% aman. Saya cuma menyisakan 1% resiko ketidakamanan karena
1. Saya sudah memakainya 2 tahun lebih
2. Paypal merupakan badan usaha dan berbadan hukum di Amerika, negara dengan regulasi transaksi elektronik yang paling ketat.
3. Diterima di 190 negara.
4. Saat ini bisa menerima dan menggunakan 24 mata uang dunia. Rupiah belum termasuk di dalamnya sehingga kita orang Indonesia biasanya memakai currency dollar amerika, meski begitu kalau kita menarik uang ke rekening kita akan ototmatis terkonversi kedalam nilai rupiah.
sambung kapan-kapan gan.. capek
Tuesday, August 7, 2012
Mudik: Pulang Kepada Nilai Kemanusiaan Kita
Udik artinya kampung atau desa. Oleh sebab itu kita menyebut "mudik" untuk menggambarkan satu perjalanan pulang ke kampung halaman setelah sekian lama kita meninggalkannya. Meski secara spesifik tradisi mudik memang hanya terjadi di Indonesia tapi saya yakin "mudik" dalam arti luas mungkin juga terjadi di semua negara dengan adat dan agama mereka. Film "Home Alone" yang selalu diputar menjelang Natal misalnya sedikit banyak sebenarnya juga bercerita mudik ala barat. Orang Jepang juga mudik pada saat musim bunga sakura, mereka menyebutnya sebagai "golden week".
Sebenarnya secara naluri kita selalu suka atau bahkan butuh sewaktu-waktu sejenak kembali ke tempat darimana kita berasal. Itulah sebabnya secara naluri hampir semua orang pasti suka naek gunung. Bayangkan naek gunung itu sebenarnya capeknya ga ketulung, biayanya lumayan, bekalnya berat, ngatur waktunya susah, resikonya besar, dan semua itu hanya untuk sekedar melihat matahari terbit dari puncak gunung, atau menginap semalam dua malam di lerengnya. Kesenangannya apa? Saya menyebut naek gunung adalah "meninggalkan kehidupan duniawi sejenak". Meninggalkan hiruk-pikuk dunia yang melelahkan, meninggalkan teknologi, tak ada sinyal HP, tak ada televisi, tak ada listrik, kita kembali ke api, kayu bakar, tenda dan air mentah. Pergi ke gunung itu seperti menengok bagian bumi yang tak terjamah teknologi, tak dikotori polusi, lalu menyadari bahwa dunia adalah seperti itu sebelum berubah seperti sekarang ini.
Pun mudik. Meski sejatinya cuma sebuah tradisi bagi saya mudik adalah perjalanan ruhani. Jika naek gunung adalah untuk melihat "bagaimana alam ini sebelum seperti ini" maka mudik adalah untuk melihat "bagaimana kita dulu sebelum seperti sekarang ini". Mudik adalah istirahat sejenak setelah setahun penuh kita menjadi "robot" di perkotaan, perantauan. Untuk apa? Jika naek gunung adalah kembali "ke alam" maka mudik adalah kembali ke "kemanusiaan" kita. Sedikit banyak mudik adalah tentang nostalgia. Tentang masa kecil, tentang masa lalu, tentang tawa, tangis, bahagia, juga luka.
Dan tahukah anda? dunia inipun perantauan sesaat. Pada waktunya kita akan "mudik", kembali ke suatu tempat yang abadi. Dari sanalah kita berasal.
Sebenarnya secara naluri kita selalu suka atau bahkan butuh sewaktu-waktu sejenak kembali ke tempat darimana kita berasal. Itulah sebabnya secara naluri hampir semua orang pasti suka naek gunung. Bayangkan naek gunung itu sebenarnya capeknya ga ketulung, biayanya lumayan, bekalnya berat, ngatur waktunya susah, resikonya besar, dan semua itu hanya untuk sekedar melihat matahari terbit dari puncak gunung, atau menginap semalam dua malam di lerengnya. Kesenangannya apa? Saya menyebut naek gunung adalah "meninggalkan kehidupan duniawi sejenak". Meninggalkan hiruk-pikuk dunia yang melelahkan, meninggalkan teknologi, tak ada sinyal HP, tak ada televisi, tak ada listrik, kita kembali ke api, kayu bakar, tenda dan air mentah. Pergi ke gunung itu seperti menengok bagian bumi yang tak terjamah teknologi, tak dikotori polusi, lalu menyadari bahwa dunia adalah seperti itu sebelum berubah seperti sekarang ini.
Pun mudik. Meski sejatinya cuma sebuah tradisi bagi saya mudik adalah perjalanan ruhani. Jika naek gunung adalah untuk melihat "bagaimana alam ini sebelum seperti ini" maka mudik adalah untuk melihat "bagaimana kita dulu sebelum seperti sekarang ini". Mudik adalah istirahat sejenak setelah setahun penuh kita menjadi "robot" di perkotaan, perantauan. Untuk apa? Jika naek gunung adalah kembali "ke alam" maka mudik adalah kembali ke "kemanusiaan" kita. Sedikit banyak mudik adalah tentang nostalgia. Tentang masa kecil, tentang masa lalu, tentang tawa, tangis, bahagia, juga luka.
Dan tahukah anda? dunia inipun perantauan sesaat. Pada waktunya kita akan "mudik", kembali ke suatu tempat yang abadi. Dari sanalah kita berasal.
Subscribe to:
Posts (Atom)